Tidak. Ini lebih rumit. Lebih buruk. Mobil yang kuserahkan pada Viona masih berada di bandara. Dan sampai saat ini wanita itu tak ada rimbanya. Polisi belum bergerak karena menghilangnya Viona belum genap 24 jam. Hell! They must be fucking kidding me.. jelas-jelas ada yang tak beres, mereka masih saja diam!
“Pihak bandara ingin mengkonfirmasi. Ada wanita yang memenuhi ciri-ciri Viona tertangkap kamera cctv. Kuharap kita dapat petunjuk.” Ujar Kia sambil mensejajariku yang setengah berlari menuju ruang monitoring.
Semua orang yang ada ruangan yang penuh dengan monitor dengan berbagai ukuran langsug berdiri ketika aku dan Kia masuk tanpa permisi.
“Maaf.” Kia meminta maaf karena menyadari para staff, polisi bandara dan orang-orang kepercayaanku yang telah tiba lebih dulu terkejut dengan kedatangan kami.
Mereka menangguk mengerti. “Jadi apa kalian menemukan sesuatu?” tidak perlu basa-basi. Hanya info itu.
“Kami perlu konfirmasi sir.” Pria berjins dan jaket hitam yang kuyakini adalah orang kepercayaanku angkat bicara. “Ada seorang yang terindentifikasi mirip istri anda.” Seorang staff bandara menunjukkan sebuah potret agak buram dari cctv yang dipasang agak tinggi. Ada sepasang pria dan wanita dalam gambar tersebut. Si controler menekan tombol space dan gambar tersebut bergerak, berciuman di tengah lalu lalang orang-orang yang menyeret kopor, dunia serasa milik mereka berdua tak peduli pada orang-orang mengernyit karna perbuatan mereka. Sang itu memakai topi hingga sama sekali tak terlihat wajahnya. Namun aku tau betul siapa pria itu. Aku.
“Ya itu Viona.” jawabku singkat. Pipi dua staff wanita merona melihat adegan itu. Controler agak mempercepat rekaman cctv. Well.. perpisahan kemarin memang sedikit memakan waktu lama. Tak berselang lama sosok Viona hilang tak terjangkau kamera.
“Pindah ke kamera lain.” Perintah salah satu daru staff wanita. Pria pemegang kendali tersebut segera memasukkan cd ke dalam CD ROM. Dan mulai memutarnya, mempercepat ke waktu keberangkatanku kemarin. Dan Viona masih ada. Berpindah pada kaset selanjtnya, ya.. dia masih ada. Kaset ketiga dan seterusnya sampai sosok itu bertemu seseorang. Pria..
Darahku seakan mendidih melihat mereka menuju resto bandara. Sialan! Siapa pria yang membelakangi kamera itu?!
“Apakah ada cctv di tempat makan itu?”
“Kami akan menghubungi pihak resto tersebut.”
Tak berselang lama ada seseorang yang masuk dan menyerahkan beberapa cd box. Dengan cekatan si kontroler memutar cd itu, mencoba mencari sosok Viona.
“Itu mereka, seorang staf menunjuk dengan penanya ke monitor. Ya itu mereka, duduk agak di bagian pojok tapi masih bisa tertangkap kamera dan pria yang bersamanya itu..
“Brengsek!” tanganku mengepal, mengantisipasi untuk memukul seseorang. Monitor didepanku rasanya perlu dilempar palu. Dasar sialan!!
“Tenang Rei. Kau tau siapa orang itu?” Kia menepuk pelan pundakku, menyadarkanku kalau di dalam ruangan itu banyak orang. Sialan. Kalau tidak ada orang mungkin ruangan ini sudah hancur diterpa kemarahanku.
Tanpa mengalihkan pandanganku dari monitor aku mengangguk singkat. Kami terus menantikan adegan selanjutnya sambil berharap-harap cemas. Beberapa saat kemudian Viona terlihat menerima panggilan, meminta ijin pada bajingan itu untuk menjauh dan hilang dari jangkauan cctv. Sialan. Sekarang kemana perginya Viona itu!
Menit-menit berlalu dan Viona belum kembali dari panggilan telfonnya. Pria itu juga beberapa kali menengok jam tangannya. Duduk gelisah dan kepalanya menengok ke arah Viona pergi. Tak ada perubahan berarti controler mempercepat laju videonya. Hingga akhirnya pria itu terlihat mengeluarkan ponselnya dan mengetikkan sesuatu kemudian berlalu begitu saja setelah meninggalkan uang di meja.
“Apa tidak ada kamera pada arah Viona pergi?” meski sudah berusaha menutupi kegusaranku, tapi pertanyaan itu sepertinya membuat para anggota staf berjengit.
“Tidak ada sir, itu toilet.” Jawab salah seorang polisi bandara.
“Kami akan memeriksa seluruh rekaman kamera pengawas yang ada di bandara ini segera karna kami sudah bisa mengenali ciri istri anda. Tapi ini sedikit memerlukan waktu.” Telunjuk si controler mengarah pada tumpukan kepingan cd. Yah itu cukup tinggi.
“Baik, kau tau harus kemana menghubungi kan?”
“Ya. Saya akan mengunjungi Pak Darius.” Ia menyebutkan salah satu orangku.
“Bagus, kalau begitu terima kasih atas bantuannya. Kami permisi dulu.” Untung aku masih punya control emosi yang cukup baik untuk sekedar berterima kasih setelah umpatanku tadi.
“Hubungi orangmu yang ada di Jakarta cari dan laporkan orang yang bernama Alexsander Curtiz. Salin rekaman tadi dan jadikan barang bukti. Aku tak peduli pokoknya buat dia bicara dan memberitahu dimana Viona berada.” Perintahku pada Darius setelah kami berada di luar ruang pengawas.
“Yes, sir.” Ia kembali masuk ke ruang pengawas sementara aku berpaling pada Kia.
“Ini sudah dua puluh empat jam kan?”
Kia tampak mengernyit mendengar pertanyaanku, namun sejurus kemudian ia mengangguk. “Ya.”
“Mari kita temui polisi-polisi sialan itu!”
.
.
.
Para polisi baru mau mendengarkan Rei setelah ia memberikan kartu namanya. Ia bahkan dipertemukan langsung oleh kapolda di ruangannya.
“Lakukan apa saja yang bisa bapak lakukan, saya amat menghargai bantuannya.” Rei menyalami pria berkumis tipis dengan pangkat kepala polisi di depannya. Ia masih punya sopan santun untuk orang di hadapannya.
“Kami akan kerahkan segera anak buah kami.”
“Sekali lagi terima kasih.” Rei melepas genggamannya dan berlalu dari ruang pribadi kepala polisi.
“Sebaiknya kita pulang dulu Rei, kau perlu istirahat.” Kia iba melihat wajah Rei yang kuyu.
“Tidak sebelum aku tau dimana istriku!” Rei bersikeras.
“Kau mau tumbang lebih dulu sebelum nemuin Viona? Masih ada orang-orangmu yang berusaha Rei, polisi juga sudah mulai bergerak.” Kia menarik lengan Rei untuk berhenti. Berusaha membuat pria desperate itu untuk mendengarkan sarannya.
“Bagaimana jika ini terjadi pada Liv? Apa kau akan pulang dan beristirahat saat kau sama sekali tidak tau dimana dan bagaimana keadaan Liv?!” pertanyaan Rei telak memukul sasarannya.
Kia melepas tangannya dari lengan Rei. “Yeah.. kau benar.” Gumamnya. “Ayo kita kembali ke bandara dan lihat apa yang sudah mereka dapat.” Ia berjalan mendahului Rei. Kia mungkin akan jauh lepas kendali dari pada Rei jika ia menempati posisi seperti itu. Ia pasti sudah mendatangi satu persatu teman Liv.
Kia mengemudikan mobilnya dengan sigap kembali ke bandara. Disana mereka disambut oleh Darius yang memberitahu mereka bahwa ada yang ingin menemui Rei.
“Mereka ada di tempat parkir. Sedang menyelidiki mobil Nyonya Viona bersama dua polisi yang baru saja datang.” Ternyata polisi telah bergera cepat.
Polisi dan polisi bandara tengah membongkar isi mobil yang Rei sewa semenjak ia berada di Malang. Ada seseorang yang begitu mencolok diantara para petugas tersebut. Ia terlihat serius mengamati jalannya penggeledahan. Rei menghampiri orang tersebut dan langsung melayangkan kepalan tangannya.
“Brengsek!”
Alex yang tak terima dengan perlakuan yang tiba-tiba diberikan oleh Rei balas memukulnya. Dan baku hantam antara dua pria itu tak terelak lagi.
Para petugas menghentikan penyelidikan mereka dan berusaha melerai Rei dan Alex. Kia menahan Rei dan Darius memegangi Alex, mereka dibantu para petugas.
“Bangsat sialan!! Katakan dimana istriku? Brengsek!!” Rei bersikeras untuk melepaskan diri.
“Dasar bodoh! Apa kau letak otakmu itu di pantat hah! Jika aku tau dimana Viona aku tak akan berada disini!” Alex balik memaki. Ia juga berusaha melepaskan cengkraman Darius dan petugas keamanan.
“Kau! Kau yang terakhir kali bersamanya! Kau menemuinya dan menculiknya! Katakan dimana Viona sebelum aku membunhmu dan mengumpankan mayatmu ke anjing jalanan, sialan!!” bahan dengan adanya petugas kepolisisan Rei berani mengancam untuk membunuh orang. Ia sudah menahan segala emosi untuk bisa berfikir jernih saat mengetahui Viona menghilang. Namun kini ia sudah tak bisa membendungnya lagi, meledak seolah ada yang menyiram bensin kedalam api emosinya.
“Aku tidak menyangka kau benar-benar bodoh. Hanya karena video itu kau menuduhku? Apa kau buta? Apa aku terlihat membius Viona dan membawanya kabur?” Elak Alex
Rei sudah akan melontarkan caciannya kembali saat seorang menyelanya.
“Kami berhasil menemukan gambar orang yang membawa Nyonya Viona..” petugas wanita dari ruang controler setengah terengah setelah berlari ke arah keributan.
Rei yang merasa cekalan di lengannya mengendur langsung melepaskan diri dan mengguncang bahu petuga syang baru datang. “Katakan siapa itu?!”
“Kami sedang ingin meminta bantuan bapak untuk mengenalinya.”
Tanpa berkata apapun Rei segera meluncur ke ruang cctv. Alex, Kia dan Darius mengikutinya dari belakang. Di sana sudah ada sebuah video yang terpampang di monitor besar menampilkan sosok Viona yang sedang dibekap oleh seseorang.
Rei menggeram marah dengan tangannya yang sudah terkepal kuat menahan keinginannya untuk memukul sesatu.
“Kenapa wanita murahan itu bisa berada di sana?!” Desis Alex
.
.
.
TBC