Hopeless Part 80


Sepertinya efek bius yang disuntikkan ke pembuluh darah Viona sudah mulai menghilang. Ya, yang berlutut dengan darah kering di sekitar wajahnya itu Rei. Ada dua pria berbaju hitam yang menahan Rei agar tetap berlutut. Seorang pria yang sudah berumur tersembunyi gelap di sudut ruangan, ada aura kelam yang sangat pekat pada orang itu.

“Lepaskan dia! Kalian sudah mendapatkan yang kalian inginkan.” Geram Rei. Meski ia dipaksa untuk tunduk, ia sama sekali tak terintimidasi dengan situasi ini. Ia hanya sedikit mengalah demi keselamatan Viona.

“Tn. Husain yang terhormat, ada yang masih harus anda bayar..” Keyra berbicara dengan sangat halus dan sopan, tapi seringai licik itu tak pernah lepas dari bibirnya. “Kau tentu masih ingat bukan telah melaporkanku ke polisi?”

“Aku akan mencabutnya.” Sepertinya Rei tau kemana arah pembicaraan wanita kejam yang sedang membelai wajah istrinya. Sialan. Darah Rei mendidih melihat Viona yang lemas dan setengah sadar, diikat di sebah kursi kayu. Ingin rasanya ia menerjang Keyra dan membebaskan Viona, tapi itu masih terlalu beresiko.

“Terlambat menantuku sayang..” Keyra memotong tali yang mengikat Viona pada kursi lalu menarik lengan Viona, membuatnya berdiri terhuyung dengan cengkeraman tangan Keyra yang menahannya.

“Apa yang kau lakukan!?” Rei panik ketika melihat Keyra menempelkan pisau lipat yang tadi digunakan Keyra untuk memutus tali yang mengikat Viona ke kursi. “Jalang sialan lepaskan dia!!” Rei bangkit dari posisi berlututnya saat melihat mata pisau yang menempel di leher Viona semakin ditekan dan menggores leher jenjang Viona. Namun langkahnya tertahan oleh dua orang bawahan Keyra yang telah dibuat Rei babak belur tadi. “Lepaskan aku sialan!”

“Ucapkan selamat tinggal pada istrimu tercinta Mr. Husain..” tawa rendah Keyra menggema di dalam ruangan gelap sebelum ia menyeret Viona menuju sebuah pintu yang terhubung ke lorong panjang yang tak kalah gelap.

Viona tak bisa melawan selain terseok mengikuti langkah Keyra yang mencengkeram kuat lengannya dan menyeretnya. Obat bius itu belum sepenuhnya hilang dan masih menguasai sebagian besar kesadaran Viona.

“Kalian akan membayar mahal semua perbuatan sialan kalian padaku. Kau pikir dengan melaporkanku ke polisi adalah tindakan yang bijak?! Tidak, anak tiriku sayang.. aku tidak takut dengan polisi!! Mereka akan tunduk dengan uang yang telah kudapatkan!” Keyra terus meluapkan kemarahannya saat menggiring Viona menaiki tangga ke lantai atas.

“Apa yang akan kau lakukan Keyra..??” pertanyaan sederhana yang tiba-tiba keluar dari mulut Viona yang lemah itu menghentikan langkah Keyra di beberapa pijakan terakhir menuju lantai atas.

“Diam dan dengarkan sebentar..” Keyra menarik rambut Viona dari belakang lalu mendorongnya merepat ke pegangan tangga. Tubuh Viona terdorong hingga bagian atasnya membungkuk ke bawah, sedikit saja Keyra memberi tekanan maka ia akan terjun bebas ke atas marmer dingin di lantai bawah. “Dengarkan baik-baik sayang.. itu akan menjadi jawaban pertanyaan bodohmu!”

Viona meringis menahan sakit di kepalanya karena jambakan Keyra yang semakin kencang. Ia bingung dengan perkataan Keyra. Mendengarkan apa? Apa yang harus didengarnya untuk mendapat jawaban.  Tapi kebingungan Viona segera terjawab beberapa detik kemudian dengan dua suara letusan senjata api yang menggaung dari ruangan tempat Viona tadi disekap dan menjalar sampai ke lorong hingga bagian atas tempat kini Viona berada.

“Tidak!!!” jantung Viona serasa terenggut. Tidak, itu tidak mungkin seperti yang dipikirkannya kan? “Tidak.. tidak mungkin.. Rei..”

“Ya.. benar sekali sayangku.. itu adalah suamimu. Menantuku yang paling tampan, tapi sungguh malang nasibnya. Tapi kau tak perlu bersedih Viona, karna sebentar kau juga akan menyusulnya.” Keyra menarik rambut Viona lebih keras, membuat tubuh Viona tertarik juga tersentak ke belakang.

Keyra benar. Tidak perlu bersedih atau mengkhawatirkan apapun. Sebentar lagi Viona juga akan mengikuti jejak Rei. Ia akan bertemu dengannya dan tidak akan ada lagi yang akan memisahkan mereka. Dengan begitu, Viona pasrah didorong lagi oleh Keyra menuju lantai atas.
.
.
.
Darius dan anak buahnya di team alpha berhasil melacak ponsel Rei dan mengikuti keberadaan si pemilik ponsel.  Mereka sampai di sebuah rumah di daerah pinggiran yang jauh dari pemukiman ramai. Dari sinilah mereka mendapat titik ponsel milik Rei. Lokasi yang cocok untuk kejahatan.

Darius mengarahkan anak buahnya untuk mengikuti dirinya. Baretta sudah tergenggam erat di tangan Darius, bahkan salah satu anak buahnya berjaga-jaga dengan senapan serbu HK MP. Darius memang seorang perfectionis yang selalu menyiapkan segala hal untuk kemungkinan terburuk. Dengan amat perlahan, orang kepercayaan Rei itu membuka pintu utama rumah yang mereka targetkan sebagai markas penculik Viona. Meneliti dengan cepat keadaan di dalam ruangan dan memastikan semuanya aman, Darius memberikan kode aman pada anggota alpha di belakangnya.

Team alpha mendengar suara gaduh saat mereka telah memasuki ruang depan. “Arah jam sembilan” bisik Darius. Segera seluruh anggotanya berbelok ke arah kiri menuju sumber suara. Darius mengintip dari celah pintu. Dua orang dengan kaos hitam ketat terkapar dengan luka tembak. Masih hidup karena Darius masih bisa melihat gerakan kesakitan mereka. Mata Darius menyisir lebih jauh ke dalam ruangan yang sedang ia amati.

Ada seseorang sedang setengah berbaring di pojok ruangan. Darius memicingkan matanya guna menangkap lebih jelas sosok itu. Dan setelah mengenali sosok itu, Darius mengumpat dalam hati. Itu adalah orang yang memperkerjakannya yang kini sedang berada di ambang maut dengan todongan pistol dari seorang pria yang berdiri tak jauh dari Rei.
.
.
.
Rei berhasil menumbangkan kedua bawahan Keyra dengan revolver yang selalu di bawanya. Beruntung tadi mereka tak memeriksa dirinya hingga senjata itu lolos dan kini beberapa timah panas telah bersarang di dua pria besar. Namun masalahnya, kini senjata itu telah terlempar jauh dari Rei karena pergulatan dengan satu lagi komplotan Keyra yang tangguh.

“Namaku Hans. Ingat itu saat kau terbakar di neraka nak..” pria paruh baya itu menodongkan senjata berwarna silver ke arah kepala Rei.

Rei memejamkan matanya, ia tidak takut untuk mati. Hanya saja.. Viona.. ia tidak bisa membiarkan wanitanya terluka. Sialan sekali ia tak bisa melakukan apapun . Sekian mili detik, suara tembakan menggema di dalam ruangan.  Dan keheningan pekat seketika memenuhi atmosper. Rei menunggu rasa sakit di kepala atau jantungnya. Namun hal itu tak kunjung datang. Apa mati memang tidak menyakitkan? Tidak seperti yang digembar-gemborkan selama ini?

Rei membuka matanya perlahan. Ia mengira akan melihat cahaya putih atau seorang malaikat. Tapi sepertinya ia masih berada di ruangan yang gelap dan pengap. Dan yang berdiri di hadapanyya ini..

“Darius..”

“Sir.. anda tidak apa-apa?” Darius mengulurkan tanganya.

“Ya, terima kasih telah datang.” Rei menyambut uluran tangan Darius. Ia melirik pada pria paruh baya yang tadi menghajarnya dengan buas sampai membuatnya kewalahan. Sekarang pria itu tergeletak tak berdaya dengan luka tembak di kepalanya. Lalu pandangan Rei beralih ke revolvernya.

“Viona bersama Keyra, ibu  tirinya. Ia dalang semua ini.” Rei menggenggam kembali senjatanya.

“Cari wanita yang menahan nyonya Viona. Berpencar dan tetap jaga komunikasi.” Darius menginstruksikan ketiga anak buahnya.

Rei melangkah ke arah lorong dimana tadi Keyra menyeret Viona diikuti oleh Darius. “Aku akan ke atas, kau lurus saja.” Rei memiliki firasat kuat  bahwa Viona ada di atas.

Dengan tak sabaran, Rei berlari ke atas melewati dua anak tangga sekaligus di tiap langkahnya. Menerjang sebah pintu yang ternyata menghubungkannya dengan teras atas rumah ini. Dan feelingnya memang benar, Viona ada disini, berada dalam cengkeraman wanita yang notabenenya adalah ibu mertuanya.

“Viona!”

Viona seperti Tuhan sedang memberinya mukjizat mendengar suara itu memanggilnya. Itu adalah suara yang paling diharapkannya. Bukan gesekkan biola dari sang maestro, atau burung camar atau bahkan suara malaikat sekalipun. Viona bersyukur masih diperdengarkan suara itu.

“Lepaskan Viona. Semua sudah berakhir Keyra, Polisi akan tiba kemari sebentar lagi dan akan membekuk kalian. Kau akan mendapat keringanan bila menyerahkan diri.” Rei mencoba bernegosiasi dengan Keyra.

“Keringanan katamu?” Keyra mendengus keras. “Jangan buat aku mati tertawa Mr. Husain!” Keyra mengetatkan pisaunya pada leher Viona, semakin menekan luka yang telah terbentuk.

“Jangan paksa aku!” geram Rei. Ia tak tahan melihat Viona disakiti. Ia menodongkan revolvernya. Ia harus mengambil keputusan sebelum Keyra bertindak semakin nekat.

“Tembak saja aku maka kau akan melihat istrimu terjun bebas dari sini!” Viona semakin diseret ke arah tepian bangunan. Ia bisa melihat paving keras yang akan meremukkan tulangnya apabila ia jatuh dari sini.

Penglihatan Rei memang memburuk gara-gara pertarungannya dengan Hans tadi dan tidak ada sumber cahaya berarti disini selain dari cahaya bulan. Ia memiliki resiko tinggi mengenai Viona jika tembakannya meleset. Tapi ia juga tidak punya waktu karena Keyra semakin menyeret Viona ke pinggiran. Wanita itu tak pernah main-main dengan kata-katanya.

Dengan terpaksa Rei mengambil Resiko paling besar dalam hidupnya. Ini bukan mempertaruhkan uang, saham atau apapun. Rei mempertaruhkan jiwanya. Dengan satu tarikan dari jari telunjuk kanannya, revolver yang ada di genggaman Rei memuntahkan satu timah panas yang disertai bunyi desingan keras.

Terdengar bunyi roboh dari tubuh seseorang. Tembakan Rei berhasil mengenai seseorang. Seseorang dengan surai hitam bergelombang. Seseorang yang menjadi belahan jiwa Rei.
.
.
.
End?

Related Posts:

0 Response to "Hopeless Part 80"

Post a Comment