Hopeless Part 36


.
Aku sangat marah. Kenapa Rei jadi seenaknya sendiri gini sih! Tanganku kebas dan sakit. Sialan. Dengan satu hentakan aku berhasil melepaskan cengkramannya. "aku udah sehat Rei! Dan aku bukan anak kecil yang harus dikurung di rumah terus! Aku punya pekerjaan yang menungguku. Soal Alex dan aku itu bukan urusanmu. Bukankah.." belum sempat aku menyelesaikan kalimatku tiba-tiba Rei mendorongku ke sudut tembok dan memerangkapku dengan tubuhnya. Tangan kanannya menarik kuncirku ke belakang lalu menciumku dengan keras. Aku tak bisa memberontak, tubuhku terhimpit dan kekuatan tanganku tak sebagnding dengannya. Rei melumat habis bibirku tapi aku masih bisa bertahan untuk tak membuka rahangku meski lidahnya sudah mengabsen tiap-tiap gigiku sampai..
"Argh..!" tangan kirinya menyentuh salah satu spot di leherku hingga aku memekik. Sialan. Lidahnya berhasil masuk dan langsung mengeksplore seluruh mulutku,menyapu seluruh langit-langit mulutku lalu mempermainkan lidahku. Tangan kirinya berpindah ke tengkukku, mendorongku memperdalam ciuman. Tidak.. tidak.. ini terlalu intens, keras dan panas..Bibirku mati rasa, Rei masih bermain gila dengannya.
Kegilaan ini sedikit demi sedikit berakhir ketika Rei mula melepaskan rambutku lalu menarik lidahnya yang sedari tadi mencumbu habis-habisan mulutku. Tapi dia belum membuatku bernafas lega. Dahi kami saling menempel dan bibirnya masih mengecup-ngecup bibirku seolah belum terpuaskan. Seluruh tubuhku kelu mataku berkabut.
Tangan kanan Rei memegangi pinggangku sementara yang lainnya..
"No..!! don't!!"tubuhku menegang menerima sentuhan tangan Rei yang merabai dadaku. Seketika akal sehatku datang dan aku berhasil mendorongnya saat ia lengah. Rasa marah, murka yang menggebu-gebu sampai dadaku naik turun memburu nafas.
Plak!!
Telapak tannganku perih, dan entah apa kabar tuh pipinya Rei. Persetan.
"Bastard.." desisku dan langsung meninggalkan area parkir tanpa menoleh sama sekali.
Tidak sekalipun terlintas dalam pikiranku untuk mengumpat Rei seperti tadi. Tapi juga enggak pernah kepikiran juga Rei yang biasa kalem bisa berbuat seperti itu. Bibirku terlihat bengkak. Shit! Ingin kupukul cermin di depanku ini. Pergelangan tanganku panas dan perih, keliatan merah gini. Cape blazer merah yang kupakai sama sekali tak membantu menutupinya. Tapi untung aku tadi hanya pakai lip balm tanpa warna, bisa jadi bahan tontonan aku kalau mukaku kayak badut gara-gara lipstik yang berantakan. Untung juga ni toilet nggak ada orangnya selain aku. Mungkin pada belum selesai makan siang. Ngomong-ngomong soal makan siang, aku jadi belum makan gara-gara kejadian tadi.
"Mbak pesen beef burger dua sama kentang goreng. Dianter ke lantai 9 ya mbak, biasa ke ruanganku." Aku menghubungi kantin bawah untuk memesan makanan
"..."
"Nggak usah itu aja, masukin ke tagihan aja ya. Ok mbak, makasih."
Whatever deh ama makanan sehat. Penting perut kenyang dulu dan nggak telat makan. Setelah dari toilet aku masuk ke pantry, ngaduk-aduk isi lemari es mengambil beberapa camilan dan air mineral.
Sekembalinya aku ke ruanganku, pesanan dari kantin sudah datang. Tapi kok..
"Lho..banyak banget?" perasaan aku cuman pesen dua burger sama kentang goreng. Nah yang ini?
Makananmu tadi aku habisin. Ini kuganti.
A.B.C
ABC? Aku membaca lembaran note yang diselipkan di karet pengencang sterofoam. Apaan nih? Kayak merk sirup aja. Aku tersenyum geli. Hmm.. tapi siapa ya? Makanan yang tadi? Aku kan makan ini dengan Alex tadi, apa benar dia. Yang kutahu namanya Alexsander curtiz, nah b itu apa nama tengahnya ya, singkatan dari apa tuh..
Halah. Malah mikir yang aneh-aneh, yang penting aku makan dulu. Ntar kambuh lagi maghku.
.
.
.
"Nanti malam bibi ama saja yang masak. Aku masih capek." Bibi ama yang sedang memangkas tanaman di halaman depan mengiyakan permintaanku.
"Apa anda perlu sesuatu?" tanyanya kemudian.
"Tidak, aku hanya perlu istirahat sebentar." Aku langsung masuk ke rumah dan membuat secanngkir teh hijau untuk diriku sendiri. Aku capek lahir batin hari ini. Perlu berendam air panas untuk melemaskan otot-otot di tubuhku dan sedikit aroma terapi untuk menenagkan otak dan hatiku yang kacau balau.
Aroma rempah lebih kusukai dari yang lainnya. Menenangkan dan menyegarkan sekaligus. Kupandangi tangan kiriku, ada bilur biru yang mulai nampak. Sudah tak panas lagi tapi jika disentuh masih sakit. "Yrgh.."
Menenggelamkan diri di bathtub sambil mendengarkan lagu klasik. Hmm.. sebuah kenyamanan tersendiri. Salah satu keuntungan jadi istri seorang Raihan al husain ya ini. Kamar mandi mewah yang langsung terhubung dengan walk in closet yang penuh dengan barangn branded milik Rei, awalnya aku malu harus memindahkan pakaianku ke ruangan itu. Secara barang-barangku jarang yang bermerek. Setelah tahu semua barangku, Rei membelikanku beberapa, ahh.. bukan beberapa tapi puluhan pakaian, sepatu, tas dan yang lainnya untukku. Dan perlu digaris bawahi semuanya bermerk, bahkan pakaian dalamku. Awalnya tentu saja aku protes, selain karna nggak enak juga karna malu. Masak iya sampai dalamanku juga diurusnya. Bukan Rei namanya kalau tidak bisa membujukku, dia bilang ini bukan apa-apa. Rei hanya mengatakan ia tak mau setiap hari ke butik untuk membelikanku pakaian saat ada acara mendadak. Alasan itu sih masih agak bisa diterima, tapi untuk apa dia membelikanku pakaian dalam. Aku tersenyum teringat mukanya yang merah padam saat kutanyai tentang itu. Haha..
Yah..awalnya semua baik-baik saja, kuharap semua juga berakhir baik..
It's gonna be okey Viona..
Ya..ya.. semua akan baik-baik saja.. baik-baik saja..
Srekk..klek.
Hm..suara apa itu? Mataku terlalu malas membuka untuk memeriksanya. Udah pw itu nggak bisa diganggu dan nggak mau tau apa yang terjadi di sekitar. Aku akan berbilas setelah satu lagu lagi.
Selesai mambasuh diri di bawah guyuran air dingin dari shower rasanya badan dan otakku lebih fresh. Saat keluar dari ruang shower, yang hanya dibatasi dengan kaca, aku memperhatikan barang-barang yang ada di wastafel. Sepertinya ada yang beda dari tadi, aku termasuk orang yang jeli jika ada sesuatu yang janggal, seperti dalam pekerjaanku. Aku akan sangat marah jika ada sesorang yang merecoki, meski dalam hal baik, membersihkan tempat kerjaku karna aku tak suka ada barang-barang yang pindah tempat tanpa kuketahui. Ini kayak ada yang pindah, apa perasaanku saja?
Tak mau ambil pusing aku segera memakai bathrobe dan mencari baju yang akan kupakai. Sampai di bawah aku menemukan bibi ama sudah selesai menghidangkan makan malam, dan yang membuatku terhenyak adalah Rei yang sudah duduk dengan pakaian santai di meja makan. Sejak kapan dia pulang, perasaan pas aku pulang mobilnya belum ada.
Duh..sebenernya aku belum siap untuk menghadapinya saat ini. Kayaknya akan awkward banget deh ini. Dia bahkan tak menatapku saat aku duduk dihadapannya. Seharusnya kan aku yang bersikap dingin seperti itu.
Dan kamipun makan dalam diam. Seperti kubilang, awkward banget suasananya. Aku yang tak ingin terjebak terlalu lama lebih dulu menyelesaikan makan dan naik ke kamar. Bukannya mau tidur tapi ingin menyelesaikan laporan harian serta melatih presentasiku. Dua hari lagi akan jadi penentuannya. Aku sudah memulainya dan akan kuakhiri dengan sempurna atau tidak sama sekali.
"Mau kemana?" akhirnya makhluk satu ini buka mulut juga.
"Ke bawah." Jawabku. Rei menghadangku di depan pintu kamar.
"Jadi kau mau menghindariku dan tidur di bawah?"
Satu alisku terangkat. Apa maksudnya? Ya memang aku menghindarinya, tapi aku tak bermaksud untuk tidur di bawah. "Aku sedang malas berdebat denganmu, bisakah kau minggir." Rei sama sekali tak bergeming masih kaku berdiri meutup akses keluar kamar padahal aku sudah memintanya baik-baik. "Bisakah kau minggir Rei? Aku sedang tak ada waktu." Kesabaranku mulai habis. Juga kelihatannya dia sedang dalam mood yang buruk.
Sekali lagi Rei tak bereaksi apapun. Tatapan matanya membuatku sedikit merinding. Mata itu sama seperti siang tadi.
.
.
.
TBC

Related Posts:

0 Response to "Hopeless Part 36"

Post a Comment