.
Aku sangat marah. Kenapa
Rei jadi seenaknya sendiri gini sih! Tanganku kebas dan sakit. Sialan.
Dengan satu hentakan aku berhasil melepaskan cengkramannya. "aku udah
sehat Rei! Dan aku bukan anak kecil yang harus dikurung di rumah terus!
Aku punya pekerjaan yang menungguku. Soal Alex dan aku itu bukan
urusanmu. Bukankah.." belum sempat aku menyelesaikan kalimatku tiba-tiba
Rei mendorongku ke sudut tembok dan memerangkapku dengan tubuhnya.
Tangan kanannya menarik kuncirku ke belakang lalu menciumku dengan
keras. Aku tak bisa memberontak, tubuhku terhimpit dan kekuatan tanganku
tak sebagnding dengannya. Rei melumat habis bibirku tapi aku masih bisa
bertahan untuk tak membuka rahangku meski lidahnya sudah mengabsen
tiap-tiap gigiku sampai..
"Argh..!" tangan kirinya
menyentuh salah satu spot di leherku hingga aku memekik. Sialan.
Lidahnya berhasil masuk dan langsung mengeksplore seluruh
mulutku,menyapu seluruh langit-langit mulutku lalu mempermainkan
lidahku. Tangan kirinya berpindah ke tengkukku, mendorongku memperdalam
ciuman. Tidak.. tidak.. ini terlalu intens, keras dan panas..Bibirku
mati rasa, Rei masih bermain gila dengannya.
Kegilaan ini sedikit
demi sedikit berakhir ketika Rei mula melepaskan rambutku lalu menarik
lidahnya yang sedari tadi mencumbu habis-habisan mulutku. Tapi dia belum
membuatku bernafas lega. Dahi kami saling menempel dan bibirnya masih
mengecup-ngecup bibirku seolah belum terpuaskan. Seluruh tubuhku kelu
mataku berkabut.
Tangan kanan Rei memegangi pinggangku sementara yang lainnya..
"No..!! don't!!"tubuhku
menegang menerima sentuhan tangan Rei yang merabai dadaku. Seketika akal
sehatku datang dan aku berhasil mendorongnya saat ia lengah. Rasa
marah, murka yang menggebu-gebu sampai dadaku naik turun memburu nafas.
Plak!!
Telapak tannganku perih, dan entah apa kabar tuh pipinya Rei. Persetan.
"Bastard.." desisku dan langsung meninggalkan area parkir tanpa menoleh sama sekali.
Tidak sekalipun
terlintas dalam pikiranku untuk mengumpat Rei seperti tadi. Tapi juga
enggak pernah kepikiran juga Rei yang biasa kalem bisa berbuat seperti
itu. Bibirku terlihat bengkak. Shit! Ingin kupukul cermin di depanku
ini. Pergelangan tanganku panas dan perih, keliatan merah gini. Cape
blazer merah yang kupakai sama sekali tak membantu menutupinya. Tapi
untung aku tadi hanya pakai lip balm tanpa warna, bisa jadi bahan
tontonan aku kalau mukaku kayak badut gara-gara lipstik yang berantakan.
Untung juga ni toilet nggak ada orangnya selain aku. Mungkin pada belum
selesai makan siang. Ngomong-ngomong soal makan siang, aku jadi belum
makan gara-gara kejadian tadi.
"Mbak pesen beef burger
dua sama kentang goreng. Dianter ke lantai 9 ya mbak, biasa ke
ruanganku." Aku menghubungi kantin bawah untuk memesan makanan
"..."
"Nggak usah itu aja, masukin ke tagihan aja ya. Ok mbak, makasih."
Whatever deh ama makanan
sehat. Penting perut kenyang dulu dan nggak telat makan. Setelah dari
toilet aku masuk ke pantry, ngaduk-aduk isi lemari es mengambil beberapa
camilan dan air mineral.
Sekembalinya aku ke ruanganku, pesanan dari kantin sudah datang. Tapi kok..
"Lho..banyak banget?" perasaan aku cuman pesen dua burger sama kentang goreng. Nah yang ini?
Makananmu tadi aku habisin. Ini kuganti.
A.B.C
ABC? Aku membaca
lembaran note yang diselipkan di karet pengencang sterofoam. Apaan nih?
Kayak merk sirup aja. Aku tersenyum geli. Hmm.. tapi siapa ya? Makanan
yang tadi? Aku kan makan ini dengan Alex tadi, apa benar dia. Yang
kutahu namanya Alexsander curtiz, nah b itu apa nama tengahnya ya,
singkatan dari apa tuh..
Halah. Malah mikir yang aneh-aneh, yang penting aku makan dulu. Ntar kambuh lagi maghku.
.
.
.
.
.
"Nanti malam bibi ama
saja yang masak. Aku masih capek." Bibi ama yang sedang memangkas
tanaman di halaman depan mengiyakan permintaanku.
"Apa anda perlu sesuatu?" tanyanya kemudian.
"Tidak, aku hanya perlu
istirahat sebentar." Aku langsung masuk ke rumah dan membuat secanngkir
teh hijau untuk diriku sendiri. Aku capek lahir batin hari ini. Perlu
berendam air panas untuk melemaskan otot-otot di tubuhku dan sedikit
aroma terapi untuk menenagkan otak dan hatiku yang kacau balau.
Aroma rempah lebih
kusukai dari yang lainnya. Menenangkan dan menyegarkan sekaligus.
Kupandangi tangan kiriku, ada bilur biru yang mulai nampak. Sudah tak
panas lagi tapi jika disentuh masih sakit. "Yrgh.."
Menenggelamkan diri di
bathtub sambil mendengarkan lagu klasik. Hmm.. sebuah kenyamanan
tersendiri. Salah satu keuntungan jadi istri seorang Raihan al husain ya
ini. Kamar mandi mewah yang langsung terhubung dengan walk in closet
yang penuh dengan barangn branded milik Rei, awalnya aku malu harus
memindahkan pakaianku ke ruangan itu. Secara barang-barangku jarang yang
bermerek. Setelah tahu semua barangku, Rei membelikanku beberapa, ahh..
bukan beberapa tapi puluhan pakaian, sepatu, tas dan yang lainnya
untukku. Dan perlu digaris bawahi semuanya bermerk, bahkan pakaian
dalamku. Awalnya tentu saja aku protes, selain karna nggak enak juga
karna malu. Masak iya sampai dalamanku juga diurusnya. Bukan Rei namanya
kalau tidak bisa membujukku, dia bilang ini bukan apa-apa. Rei hanya
mengatakan ia tak mau setiap hari ke butik untuk membelikanku pakaian
saat ada acara mendadak. Alasan itu sih masih agak bisa diterima, tapi
untuk apa dia membelikanku pakaian dalam. Aku tersenyum teringat mukanya
yang merah padam saat kutanyai tentang itu. Haha..
Yah..awalnya semua baik-baik saja, kuharap semua juga berakhir baik..
It's gonna be okey Viona..
Ya..ya.. semua akan baik-baik saja.. baik-baik saja..
Srekk..klek.
Hm..suara apa itu?
Mataku terlalu malas membuka untuk memeriksanya. Udah pw itu nggak bisa
diganggu dan nggak mau tau apa yang terjadi di sekitar. Aku akan
berbilas setelah satu lagu lagi.
Selesai mambasuh diri di
bawah guyuran air dingin dari shower rasanya badan dan otakku lebih
fresh. Saat keluar dari ruang shower, yang hanya dibatasi dengan kaca,
aku memperhatikan barang-barang yang ada di wastafel. Sepertinya ada
yang beda dari tadi, aku termasuk orang yang jeli jika ada sesuatu yang
janggal, seperti dalam pekerjaanku. Aku akan sangat marah jika ada
sesorang yang merecoki, meski dalam hal baik, membersihkan tempat
kerjaku karna aku tak suka ada barang-barang yang pindah tempat tanpa
kuketahui. Ini kayak ada yang pindah, apa perasaanku saja?
Tak mau ambil pusing aku
segera memakai bathrobe dan mencari baju yang akan kupakai. Sampai di
bawah aku menemukan bibi ama sudah selesai menghidangkan makan malam,
dan yang membuatku terhenyak adalah Rei yang sudah duduk dengan pakaian
santai di meja makan. Sejak kapan dia pulang, perasaan pas aku pulang
mobilnya belum ada.
Duh..sebenernya aku
belum siap untuk menghadapinya saat ini. Kayaknya akan awkward banget
deh ini. Dia bahkan tak menatapku saat aku duduk dihadapannya.
Seharusnya kan aku yang bersikap dingin seperti itu.
Dan kamipun makan dalam
diam. Seperti kubilang, awkward banget suasananya. Aku yang tak ingin
terjebak terlalu lama lebih dulu menyelesaikan makan dan naik ke kamar.
Bukannya mau tidur tapi ingin menyelesaikan laporan harian serta melatih
presentasiku. Dua hari lagi akan jadi penentuannya. Aku sudah
memulainya dan akan kuakhiri dengan sempurna atau tidak sama sekali.
"Mau kemana?" akhirnya makhluk satu ini buka mulut juga.
"Ke bawah." Jawabku. Rei menghadangku di depan pintu kamar.
"Jadi kau mau menghindariku dan tidur di bawah?"
Satu alisku terangkat.
Apa maksudnya? Ya memang aku menghindarinya, tapi aku tak bermaksud
untuk tidur di bawah. "Aku sedang malas berdebat denganmu, bisakah kau
minggir." Rei sama sekali tak bergeming masih kaku berdiri meutup akses
keluar kamar padahal aku sudah memintanya baik-baik. "Bisakah kau
minggir Rei? Aku sedang tak ada waktu." Kesabaranku mulai habis. Juga
kelihatannya dia sedang dalam mood yang buruk.
Sekali lagi Rei tak bereaksi apapun. Tatapan matanya membuatku sedikit merinding. Mata itu sama seperti siang tadi.
.
.
.
TBC
.
.
.
TBC
0 Response to "Hopeless Part 36"
Post a Comment