Hopeless Part 50


“Good morning..” sapaan serak khas bangun tidur dari Rei menggelitik telingaku. Seperti biasa dia memelukku dengan posesif dari belakang, memberiku kehangatan dengan lengan-lengannya. Kulit kami saling menempel.
“Morn..” tunggu kulit? Saling menempel? Aku mengintip tubuhku yang ada di balik selimut. Berkedip dua kali sebelum sadar akan apa yang terjadi. Berteriak? Tidak, bukan pilihan bagus. Ini bukan sinetron atau ftv atau sejenisnya.
Aku berbalik dan memicingkan mata padanya. “Mati kau Rei!” bantal di bawah kepalanya kuambil paksa hingga kepalanya tersentak, lalu bantal itu kugunakan untuk membekap kepala bodohnya. “Dasar bodoh! Apa yang telah kau lakukan ha??!! Bukannya kita udah sepakat untuk hal ini??!” aku tak main-main untuk membunuhnya. Dasar bodoh! Bodoh! Bodoh!
Kedua tangan Rei menggapai-gapai untuk melepaskan diri. Dan salah satunya berhasil mencengkeram lenganku melepaskan bantal dari wajahnya dan membuangnya di lantai. Dengan tenaga laki-lakinya dia dengan mudah membalik keadaan. Sial! Kini aku yang ada di bawah kurungannya.
“Kau lagi-lagi coba membunuhku ya?!” tangan besarnya memerangkap kedua tanganku di atas kepala. Hey!! Seharusnya aku yang marah. Tapi kenapa wajah Rei keliatan kesiksa gitu? “ Berterima kasihlah pada meetingku pagi ini, karna kalau tidak aku pasti sudah melahapmu bulat-bulat.” Setelah menyemburkan kata-kata, Rei melepas cengkramanku dan berlalu ke kamar mandi dengan santai meski tak ada sehelai benangpun menutupi ketelanjangannya.
Walau sekilas, aku sempat melihat tubuh bagiana bawahnya yang tegang. Oh MG!!!!!! Mukaku pasti langsung terbakar. Sebaiknya cepat menyingkirkan gambar barusan, tidak baik bagi otak dan jiwaku. Pagi gila! Apa yang sebenarnya terjadi?? Apa.. apa kami telah melakukan ‘itu’? “Aa.. itu tidak mungkin..”
Aku mencoba untuk berdiri dan berjalan perlahan. Tidak sakit. Sedikit lari di tempat. Tidak juga. Melompat-lompat. Tidak merasa apapun. Apa aku perlu kayang? Tidak! Kurasa tak perlu melakukan yang satu itu dengan tubuh yang telanjang dan hanya tertutup selimut. Menari hula-hula mungkin? Tidak! Hentikan otak bodoh!
Semalam aku pergi ke pesta dengan Rei. Lalu dia ketemu ex-nya terus melupakanku. Dasar sialan. Setelah itu liat Alex sama adiknya, atau siapanya? Entah. Dia juga nyuekin aku. Aku kayak orang salah masuk habitat semalam. Nggak ada yang kenal atau mau kenal. Whatever. Yang perlu diingat adalah setelah itu aku..
“MINUMAN SIALANN!!”
.
.
.
Makan pagi kami diselimuti keheningan serta pertarungan mata dariku dan Rei. Kalau kami punya mata laser mungkin dapur sudah luluh lantak tak bersisa. Rei bahkan sengaja mendentingkan peralatan makannya dengan keras, memotong dengan kasar omletnya. Memang omletku segitu kerasnya sampe pake tenaga gitu motongnya!
Setelah semua kesengitan itu, Rei langsung meninggalkan dapur tanpa pamit atau apapun. Meninggalkanku sendiri yang terbengong-bengong dengan sikapnya. Emosinya ngalahin cewek lagi PMS. Atau dia emang lagi PMS? Cih.. mungkin saja, dilihat dari kelakuan anehnya. Suara raungan escalade nya terdengar menandakan kepergian Rei. Huh.. dia berani meninggalkanku eh? Awas saja nanti..
Nanti? Kenapa nggak sekarang? Tiba-tiba sebuah lampu bohlam menyala terang di atas kepalaku. Aku segera mengambil kunci ben (bentley) dan berlari ke garasi. Aku harus membalasnya. Apa yang telah dia lakukan tak bisa dimaafkan. Seharusnya aku yang marah dan emosi kayak cewek PMS setelah apa yang dia lakukan padaku. Entah ada berapa tanda, sepuluh? Lebih mungkin? Aku sampai harus memakai syal untuk menutupinya. Lebih gila lagi yang di rahangku, pondasion tebal tak cukup membantu menutupi warna merah kehitaman yang tercetak di rahang kiriku. Seharusnya aku yang marah dan mengamuk sialan!!
Keadaan lalu lintas pagi ini  sepertinya mendukung rencanaku. Dan juga sepertinya keberuntungan sedang melambai padaku. Cat hitam escaladenya terlihat! Itu dia! Aku tak tahan untuk tak tersenyum. Aku datang sayang..
Aku tak peduli pada angka berapa yang ditunjuk oleh jarum speedometer. Yang penting ben bisa segera menyusul  mobil hitam itu. Saatnya bersenang-senang ben. Kita akan memberi pria sialan dalam mobil manly nya itu pelajaran bahwa dia bukan pengendali permainan ini.
Bunyi klakson yang dihasilkan secara runtun berhasil mengalihkan fokus pandangan Rei dari jalan. Mobil kami sejajar, aku bahkan bisa melihat dari balik kaca mata hitamku kalau wajah tampannya yang semula terkejut menjadi merah padam saat tau siapa pengemudi gila yang menantangnya. Yeah, it’s your wife beib. Tidak sampai di situ saja sayang.. aku baru mulai. Satu kiss bye melayang untuknya, mobil kami masih sejajar dan aku bisa merasakan matanya yang kaku memandang tajam seolah bisa membelah diriku. Aku tersenyum sinis dan mengacungkan ibu jariku, ke arah bawah. Dia pikir aku takut? Hell No! Segera kulajukan mobilku lebih cepat, meninggalkan mobil Rei jauh di belakang. Eat that boy!
Persetan jika Rei tak mengijinkanku mengemudi lagi, atau malah ngambil si ben. Tapi aku sudah cukup bersenang-senang tadi dengan ben. “Mungkin aku akan sedikit merindukanmu ben jika nanti Rei mengambil kuncimu.” Aku menelusuri rangka kemudi ben. Setidaknya pagi ini aku berhasil memacunya dengan hebat.
Aku terlonjak mendengar suara mobil yang kukenal. Mobil yang dipastikan berisi orang yang kepalanya hampir keluar tanduk. Bubu-buru aku keluar mobil dan ngacir ke lift. Aku semakin kalap menekan tombol saat dia setengah berlari menujuku. Kakinya yang panjang menghasilkan langkah lebar. Ini buruk. Dia semakin dekat. No no no!!
Di detik-detik terakhir yang hanya menyisakan selangkah lagi bagi Rei untuk masuk ke dalam lift, akhirnya pintu lift tertutup sempurna. Thank’s God.. aku menghela nafas yang tak sadar sudah tertahan entah sejak kapan. Sial! Aku lupa telah menantang siapa.
Untuk sekarang ini aku aman di ruanganku sendiri, setidaknya sampai pulang nanti.. Ah! Kenapa jadi parno gini gara-gara buat Rei marah. Dia kan pantas dapat itu. Segelas air mineral langsung tandas demi mengurangi laju jantungku yang ngos-ngosan melarikan diri dari Rei. Apa yang akan aku katakan ketika pulang nanti? Kuharap emosinya sudah mendingin.
“Gi, kalo mau masuk ketok du_” sial!
Rei tanpa basi-basi berjalan ke arahku dengan tatapan membunuhnya. Sukses menjatuhkan gelas kertas yang kupegang hanya dengan mata birunya yang seolah berkobar dalam api abadi. Dengan satu sentakan dia melepas syal yang melilit leherku lalu menggamit tubuhku. “Kau tidak bisa melarikan diri dariku.”ludahku serasa macet di tenggorokan, begitu juga suaraku saat dia membungkamku dengan ciuman ‘marah’ nya. Aku selalu tak bisa melawannya kalau begini, hanya pasrah sampai marahnya mereda. Bahkan dalam kemarahannya pun aku menikmati ciuman yang menuntut ini, sama sekali tak membuatku takut atau menjadi marah seperti dia.
Perlahan namun pasti, pagutannya semakin melembut. Tapi lidahnya sama sekali belum mau meninggalkan mulutku. Masih terus membelaiku dengan nikmat, dan semuanya berubah jadi sensasi yang memabukkan, membuat kaki-kakiku gemetar. Untungnya kedua tangan Rei menopangku karna rasanya aku sudah tak bisa berpijak dengan benar.
“EHEM!!” kalau kalian mengira suara deheman, mungkin juga batuk yang disengaja, menginstupsi kegiatan kami, itu salah. Aku memang terkejut sampai rasanya jantungku naik ke tenggorokan karna ketahuan melakukan hal tak senonoh di kantor, meski dengan suami sendiri.
Protesku untuk menghentikan perbuatan Rei pun hanya bisa teredam di tenggorokan karna ia tak berniat melepasku bahkan untuk mengambil nafas sekalipun. Berbanding terbalik denganku, Rei tak menghiraukan sama sekali suara yang jelas-jelas menyindir kami untuk segera mengakhiri gairah kami. Ia malah mendorongku ke dinding dan memperdalam ciumannya. Sepertinya ia suudah kehilangan orientasi pada dunia di sekelilingnya.
“Aku memang sangat menginginkan cucu. Tapi kalian juga tidak seharusnya membuat disini..” dan saat itulah perut kami serasa ditonjok dengan tongkat pemukul baseball. Rasanya aku bahkan tak bisa mengumpat walau dalam hati.
.
TBC

Related Posts:

0 Response to "Hopeless Part 50"

Post a Comment