.
.
.
"Nona.. maksudku Viona. Kamu mau kemana?" Gadis melihat khawatir padaku yang sedang membawa tas dan hendak pergi ke luar.
.
.
"Nona.. maksudku Viona. Kamu mau kemana?" Gadis melihat khawatir padaku yang sedang membawa tas dan hendak pergi ke luar.
"Ada yang ingin aku beli." Jawabku.
"Tapi Tuan berpesan jika No.. anda.. jika anda butuh sesuatu tinggal bilang pada saya." Ia berkata gugup padaku.
"Aku tidak akan lama Ane. Lagipula aku tak akan pergi terlalu jauh."
"Em.. begini.." Ane menunduk dan terlihat ragu mengatakan sesuatu.
"Ada apa Ane?"
"Viona.. bisakah kau
mengantarku ke suatu tempat?" Wajahnya penuh harap-harap cemas. Entah
kemana tujuan gadis yang pasti akan kuantar.
"Tentu, apa kau perlu bersiap dulu?"
"Tidak. Kita berangkat sekarang saja!"Mata cokelat madu itu langsung berbinar.
Ane tidak bicara selama
perjalanan menuju ke tempat yang sebelumnya ia sebutkan setelah duduk di
kursi sebelah kemudi. Tapi dari wajahnya aku bisa menilai dia sedang
bahagia. Aneh sekali. Bahagia datang ke rumah sakit?
"Terima kasih Viona.
Bisakah aku meminta tolong sekali lagi?" Ane kembali ragu mengutarakan
sesuatu saat kami telah sampai di pelataran rumah sakit yang cukup elit.
"Apa?"
"Tolong jangan katakan pada Al.. maksudku Tuan Alex kalau aku kemari."
"Kenapa?"
"A..Aku sebenarnya tidak boleh keluar rumah.." Apa? Memangnya apa hak Alex mengurung gadis ini?
"Kenapa?" pertanyaan itu
lagi yang keluar dari mulutku. Ane bergerak gelisah dan memilin ujung
kaosnya. "Tak apa Ane jika kau tak mau memberitahuku, itu adalah
urusanmu dengan Alex. Kau bisa pergi sekarang."
Ane melewati konsol dan tiba-tiba memelukku erat. "Terima kasih banyak.. Kau sangat baik sekali Viona."
"Hey tenanglah.." aku mengelus pelan lengannya saat ia melepas pelukannya.
"Pantas Alex sangat menggilaimu.." gumaman Ane cukup keras untuk kudengar.
"Maksudmu?"
"Ah.. tidak. Sampai
jumpa di rumah Viona.." Ane buru-buru membuka pintu vw kuningku dan
berlari ke lobi rumah sakit. Gadis yang sulit di tebak.
.
.
.
Viona tengah mencari merk susu formula untuk ibu hamil yang telah direkomendasikan oleh dokter kandungan yang kemarin ia kunjungi. Berbagai macam susu mulai dari susu bayi dan susu pertumbuhan berjajar di rak mini market yang ia datangi, tapi belum ada susu ibu hamil yang berhasil ditemukannya.
.
.
.
Viona tengah mencari merk susu formula untuk ibu hamil yang telah direkomendasikan oleh dokter kandungan yang kemarin ia kunjungi. Berbagai macam susu mulai dari susu bayi dan susu pertumbuhan berjajar di rak mini market yang ia datangi, tapi belum ada susu ibu hamil yang berhasil ditemukannya.
"Ah.. ini dia.."
Akhirnya ia menemukan susu khusus ibu hamil tepat dengan merk yang ia
inginkan pula. "Cokelat atau vanilla?" Tapi ia bingung dengan rasa yang
akan ia ambil.
"Sayang!" Tepat saat
tangannya terulur untuk mengambil susu dengan rasa cokelat ada seseorang
yang menariknya, denga cepat membawa Viona ke pelukan orang itu.
"Lepaskan aku!" Desis Viona tak terima.
"Jangan pergi, kau harus mendengar penjelasanku."
"Lepaskan aku Rei!"
Viona menggeram dan terus berusaha melepas pelukan Rei. Ia tak boleh
lama-lama dalam dekapan pria itu. Aroma memabukkan yang menguar dari
tubuh Rei terlalu menggoda dan bisa membuatnya terpengaruh.
"Tidak sebelum kau mau
mendengarkanku!" tekad Rei, namun Viona tetap memberontak dan berusaha
melepaskan diri. Usahanya itu tak sia-sia karna ia memperoleh sedikit
jarak dan segera meloloskan diri dari cengkeraman Rei.
"Semua sudah jelas Rei.. aku sudah tau."
"Tidak! Aku dan Helena..
kami.. Ya! Kami memang minum, dan hanya itu. Percayalah padaku!" Rei
menggenggam tangan Viona dengan erat, menyalurkan kepercayaan padanya.
"Aku tidak buta tidak
buta atau rabun untuk melihat tanda cupang yang menyebar di seluruh
leher dan dadamu! Sekarang lepaskan tanganmu!!" Viona menghentakkan
tangannya dengan keras namun hanya berbuah rasa perih karna Rei
mencengkeramnya dengan kuat. Meski teriakannya lantang, tak urung ulu
hatinya serasa diperas mengingat kejadian semalam. Matanya juga sudah
memanas siap menumpahkan air yang demi apapun di dunia ini Viona akan
menahannya untuk tidak jatuh. Ia tak boleh terlihat lemah saat ini.
Bentakan serta teriakan
dari pasangan suami istri itu ternyata mengundang perhatian tersendiri
dari beberapa pengunjung yang tengah berbelanja, dan seorang yang satpam
yang dilapori oleh pengunjung.
"Mas sebaiknya lepaskan tangan mbak ini." Satpam mulai menengahi pertengkaran Viona dan Rei.
"Sampai kapanpun aku tak
akan melepaskanmu." Rei sama sekali tak mengalihkan pandangannya dari
Viona. Cengkeramannya pun ikut mengencang, membuat Viona meringis
kesakitan.
Satpam yang berusia
sekitar pertengahan kepala tiga itu maju dan melerai. "Anda menyakiti
tangan mbak ini. Lebih baik kalian membicarakannya dengan baik-baik
permasalahan kalian di tempat yang lebih pribadi."
Rei baru tersadar karena
perkataan satpam bahwa ia terlalu kencang menggenggam pergelangan
tangan Viona. "Maaf.." Rei melonggarkan cengkeramannya, dan hal itu
tentu tak disia-siakan oleh Viona yang langsung menarik tangannya dari
belenggu jari-jari Rei.
Viona juga barus adar
bahwa ia dan Rei telah menjadi pusat tontonan gratis dari pengunjung
mini market, terutama para ibu-ibu. Ibu-ibu itu sebenarnya lebih
memusatkan perhatiannya pada Rei, pria berpiyama merah muda dengan wajah
timur tengahnya yang memang selalu bisa membuat semua orang menoleh dua
kali padanya. Mungkin jaket yang langsung disambarnya setelah
memutuskan untuk mencari Viona keluar rumah yang sedikit bisa menutupi
keanehan pakaiannya saat ini.
Satpam menginstruksikan
mereka untuk mengikutinya ke ruang keamanan demi kenyamanan para
pengunjung lain. Rasa-rasanya Rei hampir gila dan ingin segera menyeret
Viona pulang, tapi itu tidak mungkin. Selain ia yang akan menimbulkan
keributan, ia juga tau Viona tak akan begitu mudah menerimanya walau ia
sudah ada di rumah. Jadi lebih baik ia mengikuti satpam tadi dan terus
berada di dekat Viona agar ia tak kabur lagi.
Saat mengekori satpam menuju ruang keamanan, Viona memanfaatkan kesempatan ini untuk menghubungi seseorang demi meminta bantuan.
Datang ke mini market dekat rs harapan, aku dalam masalah
Ia berdoa semoga pesan
tersebut langsung dibaca dan si penerima akan segera datang dan
menolongnya. Viona sama sekali tak menyanga Rei akan langsung bisa
menemukannya, bahkan ini adalah daerah yang cukup jauh dari rumahnya.
Dan melihat Rei masih memakai pakaian yang ia berikan tadi malam membuat
hatinya sakit.
Kemarin pagi Rei pamit
akan keluar kota selama dua hari, dan sebenarnya itu membuat Viona lega
karena ia bisa berpikir dengan jernih akan keputusannya setelah
mengetahui kebohongan yang mendasari pernikahannya. Viona bahkan sudah
menggerakkan hatinya untuk berusaha memaafkan Rei demi anak mereka.
Namun, menemukan Rei yang malah pulang dalam keadaan mabuk bersama
wanita lain merupakan pukulan yang tak mampu ia terima. Viona jatuh
telak. Dan itu sudah cukup untuk membuatnya mundur.
.
.
.
Setelah melalui perdebatan yang sengit, akhirnya Alex bisa membawa Viona lepas dari Rei. tentu saja dengan hampir terjadinya baku hantam antara dirinya dan Rei jika saja tidak ada satuan keamanan di mini market itu. Rei hanya bisa memandang dengan amarah yang sudah diujung kawah saat melihat Viona dihela oleh Alex tadi, siap meledak dengan satu jentikan jari dan membumi hanguskan apa saja yang ada disekitarnya. Namun kemarahan itu bercampur rasa kecewa dan terluka melihat wanitanya bersisian dengan pria lain hingga ia hanya bisa menahan diri. Mundur satu langkah untuk mendapat dua langkah lebih cepat.
.
.
Setelah melalui perdebatan yang sengit, akhirnya Alex bisa membawa Viona lepas dari Rei. tentu saja dengan hampir terjadinya baku hantam antara dirinya dan Rei jika saja tidak ada satuan keamanan di mini market itu. Rei hanya bisa memandang dengan amarah yang sudah diujung kawah saat melihat Viona dihela oleh Alex tadi, siap meledak dengan satu jentikan jari dan membumi hanguskan apa saja yang ada disekitarnya. Namun kemarahan itu bercampur rasa kecewa dan terluka melihat wanitanya bersisian dengan pria lain hingga ia hanya bisa menahan diri. Mundur satu langkah untuk mendapat dua langkah lebih cepat.
"Apa kau tidak
mendengarku pagi tadi? Sudah kubilang kan, jika perlu sesuatu hubungi
saja aku. Atau kau bisa menyuruh Ana." Alex geram akan perintahnya yang
dilanggar.
"Aku hanya beli susu Lex.."
"Lalu mana susu yang kau beli? Kau malah mengadakan tontonan gratis pagi-pagi."
Viona juga tak menyangka
ia akan bertemu Rei di mini market itu. Padahal jarak rumahnya dengan
wilayah tempat tinggal Alex cukup jauh. Bagaimana dia bisa sampai
disini? Dan piyama itu.. pakaian yang sembarangan ia ambil dan berikan
semalam saat ia sudah tak bisa berpikir jernih lagi. Masih melekat
ditubuhnya.
"Aku hanya tak ingin merepotkan saja."
"Tak ada yang repot
Viona.. justru barusan kau hampir membunuhku gara-gara aku ngebut tadi."
Alex memang hampir meregang nyawa saat melajukan mobilnya secara
gila-gilaan dan ingin menyalip kendaraan besar.
"Maaf.." Vina tertunduk merasa bersalah.
"Sudahlah, yang penting kau sudah disini. Tapi Rei pasti tau sekarang keberadaanmu yang bersamaku."
"Itu tak akan jadi
masalah, aku akan meminta cerai padanya. Setelah anak ini lahir
tentunya. Tapi sebelum itu, dia tak boleh tau kalau aku hamil."
"Kau tidak akan memberitahunya?" Alex terbelalak mendengar pernyataan Viona.
Viona bergerak gelisah
di sofa merah maroon ruang hiburan rumah Alex. "Aku masih punya surat
perjanjian itu, dengan bukti itu aku akan menggugatnya."
"Bagaimana dengan
bayinya? Anak itu tak tau apa-apa Viona." Perkataan Alex akhir-akhir ini
selalu benar dan membuat Viona sadar. Tapi cerai sepertinya sudah
menjadi keputusan bulat untuknya.
"Aku bisa membesarkannya
sendiri." Tegas Viona. Ia tak akan berada disini jika ia belum
memutuskan untuk benar-benar berpisah dengan Rei.
"Aku akan selalu ada
untukmu princess." Alex melingkarkan lengannya di bahu Viona, memberinya
kekuatan serta menenangkannya. "Ngomong-ngomong, dimana Ana? Sejak
pulang tadi aku tak melihatnya?"
Untuk sepersekian detik
tubuh Viona kaku, namun detik berikutnya ia rileks. "Dia ke pasar,
berbelanja katanya." Bohong Viona. Ia tak menyangka Alex akan menanyakan
keberadaan Ane secepat itu.
"Pasar?"Alex mengurutkan
keningnya. "Itu adalah tempat terakhir di dunia ini yang akan ia
datangi." Sejurus kemudian Alex bangkit dari sofa dan menyambar jas yang
tadi di sampirkannya ke punggung sofa. Aura kemarahan tiba-tiba
melingkupi dirinya.
"Alex, kumohon jangan
marahi dia. Dia hanya ke rumah sakit!" Viona cepat-cepat memberi
keterangan. Sepertinya alasan yang ia berikan sangat salah jalur.
"Rumah sakit?" Mata Alex
menyipit. Ia menggumamkan sebuah nama, terlalu cepat hingga Viona tak
bisa mendengarnya. "Kau di rumah saja, biar pak Jaka yang beliin kamu
susu nanti." Selepas itu, Alex menghilang dari balik ruang hiburan.
.
.
.
.
.
.
TBC
0 Response to "Hopeless Part 66"
Post a Comment